Siapakah Pendiri dan Pemilik Indosat? Simak Sejarahnya
Siapa yang tidak mengenal perusahaan Indosat Ooredoo yang telah sekian tahun berdiri di Indonesia.
Pemilik Indosat selalu berubah-ubah di setiap masa and menjadi komoditas politik usai divestasi.
Dulu berjaya, sekarang Indosat terus berjuang untuk menutup kerugian yang terjadi di sepanjang 2018.
Seperti apa perjalanan Indosat yang pernah menjadi milik Indonesia ini?
Sejarah Awal Berdirinya Indosat
Peran pemerintah Indonesia sangat besar dalam berdirinya Indosat.
Kelahiran Indosat terjadi setelah Presiden Soeharto setuju dengan gagasan Dirjen Pos Telekomunikasi, Soehardjo.
Gagasan untuk menggunakan teknologi satelit dalam komunikasi masih belum bisa direalisasikan kala itu karena terbatasnya sumber daya.
Oleh karena itulah bersamaan dengan UU Penanaman Modal Asing di Indonesia, Indosat berdiri.
Pemerintah meminta International Telephone & Telegraph Corporation (ITT) untuk mendirikan Indosat di tahun 1967.
Saat itu modal yang ditanamkan sebesar 6 juta dolar AS oleh American Cable & Radio Corporation dan menjadi pemilik Indosat.
Pada 1994, Indosat terdaftar di Bursa Efek Indonesia serta New York Stock Exchange.
Di tahun yang sama, Indosat berhasil mengambil alhi saham mayoritas Satelindo dan SLI.
Setelah pengambilalihan tersebut, maka didirikanlah PT Indosat Multimedia Mobile (Im3).
Perusahaan inilah yang mengawali jaringan GPS serta layanan multimedia di Indonesia.
Baru di tahun 2003 Indosat bergabung dengan anak perusahaannya yaitu Satelindo, Im3 dan Bimahraga dan membentuk operator seluler.
Polemik mulai terjadi pada tahun 1976, ketika Soeharto meminta Indosat berpartisipasi untuk membangun kabel laut antara Penang dan Medan.
Sayangnya permintaan tersebut ditolak dan dianggap capital expenditure yang belum dibutuhkan.
Penolakan tersebut membawa kekecewaan dan dibahas dalam sidang kabinet.
Hasil dari sidang tersebut adalah saran untuk membeli saham Indosat sepenuhnya yang diungkapkan J.B Sumarlin mengingat keuangan Indonesia sedang bagus.
Saran tersebut disetujui dibandingkan nasionalisasi yang merupakan pengambilan paksa sehingga dapat berdampak buruk pada masuknya investor asing.
Melalui berbagai perundingan, ACR yang merupakan pemilik Indosat setuju untuk menjual Indosat dengan nilai 43,6 juta dolar AS.
Mulai saat itulah Indosat dikontrol penuh oleh pemerintah Indonesia yakni tahun 1980.
Penjualan Saham Indosat di Era Megawati
Kendali atas Indosat oleh pemerintah Indonesia berakhir pada tahun 2002 tepatnya di bulan November pada era Megawati.
Alasan penjualan tersebut adalah untuk menutup defisit anggaran APBN yang mencapai 27 triliun rupiah.
Diharapkan dengan privatisasi BUMN tersebut mampu meringankan defisit APBN.
Menteri BUMN kala itu Laksamana Sukardi menjelaskan bahwa langkah divestasi telah dikonsultasikan dengan DPR.
Upaya divestasi tersebut disambut oleh Singapore Technologies Telemedia (STT) yang merupakan anak perusahaan Temasek.
STT memiliki saham Indosat sebesar 41.94% dan menjadi pemilik Indosat yang baru.
Pemerintah memperoleh hasil dari divestasi tersebut sebesar 5,62 triliun rupiah. Sayangnya langkah divestasi justru menimbulkan polemik.
Pada 23 April 2003 muncul gugatan class action dengan petisi yang sudah ditandatangani 133 orang dan mengajukan 7 pelanggaran divestasi Indosat.
Sayangnya gugatan tersebut ditolak PN Jakpus serta Pengadilan Tinggi Jakarta.
Gugatan ditolak dan muncul masalah baru dari pemilik Indosat yakni Temasek.
Pada November 2007, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan bahwa Temasek dan anak usahanya bersalah akibat kepemilikan silang.
Tidak hanya saham Indosat, anak perusahaan Temasek yaitu Singtel ternyata memiliki saham Telkomsel sebesar 35%. Hal ini melanggar pasal 27 Th 199 mengenali larangan kepemilikan silang.
Detik itu juga, Temasek diminta untuk melepaskan semua kepemilikan silang baik Telkomsel dan Indosat hingga dua tahun setelah putusan KPPU.
STT pun melepaskan saham Indosat ke Qatar Telecom (Qtel) di tahun 2008 sebesar 1,8 miliar dolar AS untuk 40,8% saham.
Dalam penjualan tersebut STT telah mendapat keuntungan sebesar 11 triliun selama enam tahun memiliki Indosat.
Indosat di Masa Kini di Tangan Qtel
Sejak Juni 2008 hingga sekarang, Qtel menjadi pemilik Indosat dan di awal tahun 2022 sudah menguasai sebesar 65,64% saham.
Peningkatan jumlah kepemilikan saham Indosat ini dikarenakan Qtel yang membeli saham seri B dari publik sebanyak 24,19% di tahun 2009.
Perubahan nama PT Indosat Tbk pun berubah menjadi PT Indosat Ooredoo di tahun 2015 sejalan dengan berubahnya Qatar Telecom menjadi Ooredoo.
Selama berada di atas kendali Qtel, Indosat terus melakukan perubahan dan perkembangan.
Mulai dari mendapatkan lisensi jaringan 34 serta memperkenalkan jaringan 3,5G di area Jakarta serta Surabaya.
Di tahun 2010, Indosat fokus untuk restrukturisasi organisasi, ekspansi jaringan seluler dan fokus pada keunggulan.
Perkembangan juga terjadi di tahun 2014 di mana diluncurkan Layanan Digital Indosat yang fokus untuk pengembangan digital dan platform.
Baik itu pada bidang keuangan, periklanan dan juga mobile e-commerce.
Di tahun 2015, Indosat menjadi operator yang meluncurkan 4G Lte pertama di Indonesia.
Baru pada tahun 2018 semua jaringan Indosat Ooredoo sudah berkemampuan 4G Lte.
Hingga di tahun 2019, Indosat telah berhasil meningkatkan jaringan 4G Lte sampai 90%.
Sayangnya perkembangan dari segi jaringan tidak sejalan dengan keuntungan yang diperoleh. Pada tahun 2015, Indosat mengalami kerugian hingga 1,3 triliun.
Kenaikan baru terjadi di tahun 2017 dengan laba 1,1 triliun dan menurun lagi di 2018 hingga merugi 2,4 triliun.
Pada tahun inilah Indosat mengumumkan PHK pada 677 karyawannya.
Kerugian terus bergulir dengan hadirnya pandemi Covid-19. Tercatat Indosat telah merugi sebesar 716,72 miliar dibandingkan tahun sebelumnya.
Indosat Merger dengan Tri Indonesia
Pada 4 Januari 2022, Indosat melakukan merger dengan Tri Indonesia yang membuat namanya menjadi PT Indosat Ooredoo Hutchison.
Upaya merger ini diperhitungkan untuk bisa menghasilkan 42,78 triliun.
Selain itu merger ini juga menjadikan Indosat sebagai perusahaan telekomunikasi terbesar di dunia.
Harapan dari merger ini bukan hanya keuntungan tetapi juga efisiensi jaringan lebih meningkat sehingga pengguna pun diuntungkan.
Bagaimana tidak, Indosat akan memiliki jaringan 5G yang lebih bagus ditambah dengan keuangan yang kuat. Berdasarkan penggabungan ini maka ada pembagian sahamnya.
Indosat Ooredoo memilih saham sebesar 67,40% sedangkan Hutchison Tri sebesar 32,60%. Usai merger, base transceiver station (BTS) menjadi 159.918 unit.
Jumlah tersebut ada di peringkat kedua setelah PT Telkom Indonesia yang memiliki BTS sebanyak 231.172 unit.
Prospek ke depan setelah merger masih sangat besar, apakah Indosat akan menjadi operator seluler yang berhasil mengungguli Telkomsel? Kita tunggu saja.
Sekarang Anda tidak penasaran lagi bukan Indosat milik siapa? Pasalnya kepemilikan terus berubah dari masa ke masa mengingat banyak kepentingan politik.
Hingga saat ini pemerintah terus menggaungkan untuk membeli kembali Indosat.
Hal itu kerap muncul di setiap pemilu yang jadi materi saat kampanye.
Namun apakah ucapan tersebut hanya taktik kampanye saja atau dapat direalisasikan dalam waktu dekat.